Apa dan Mengapa Kurikulum Merdeka?


Sumber diakses Kamis, 7/12/2023 Jam 14.14

Sejak diluncurkan sebagai "kurikulum opsional" dalam upaya pemulihan pembelajaran setelah pandemi covid-19 maka hampir seluruh satuan pendidikan menyambut dengan antusias. Dengan demikian, pemerintah tentu tidak diam tapi gencar memberikan sosialisasi kepada seluruh stakeholders pendidikan mulai dari pejabat pemerintah bidang pendidikan, pengawas, kepala madrasah/sekolah, dan guru. Harapannya, mereka memiliki persepsi yang sama untuk bergerak secara terpadu dalam implementasinya. Masa pandemi Covid-19 sebagian peserta didik mengalami apa yang disebut dengan "loss learning". Waktu belajar anak tidak digunakan semaksimal mungkin dalam memahami tema atau konsep mata pelajaran. Peserta didik disinyalir mengalami penurunan hasil belajar yang signifikan.


Di sisi lain, para pendidik juga mengalami kesulitan dalam membelajarkan peserta didik. Pembelajaran online atau daring mesti dilakukan tanpa ada pilihan lain. Pembelajaran daring (tatap muka) tidak memungkinkan untuk dilaksanakan oleh para guru. Namun seiring perkembangan pendemi yang semakin baik, pembelajaran mulai dilonggarkan dengan mulai memberlakukan pembelajaran tatap muka terbatas. Satuan pendidikan menyambut baik kebijakan tersebut dengan tetap memberlakukan aturan pandemi pada tiga hal utama, yaitu, jarak jarak, memakai masker, dan cuci tangan. berdasarkan kondisi ini, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan memberlakukan Kurikulum darurat pada satuan pendidikan. Kurikulum satuan pendidikan tersebut di desain oleh sekolah/madrasah sebagai rambu-rambu dalam pelaksanaan proses pembelajaran.


Kurikulum darurat ini diberlakukan selama situasi pandemi covid-19 bahkan setelah keadaan sudah mulai normal. Perbedaan dengan kurikulum K13 adalah kurikulum darurat hanya mencakup KD dan materi esensial saja. Oleh karena itu, satuan pendidikan dan guru memiliki tanggung jawab untuk melakukan pemetaan KD dan materi esensial pada masing-masing mata pelajaran. Kemudian, kurikulum darurat ini terus mengalami perubahan dan penyempurnaan yang berimbas pada nama kurikulum juga, maka muncullah istilah kurikulum prototipe, selanjutnya berkembang sedemikian dan sekarang kita mengenal dengan kurikulum merdeka, dan saat ini muncul lagi istilah lain yang disebut Kurikulum Nasional. Menurut kabar yang beredar bahwa kurikulum merdeka akan menjadi Kurikulum Nasional. Namun seiring perjalanan Kumer (Kurikulum Merdeka) tidak lepas dari pro dan kontra yang dapat kita saksikan melalui media sisoal dan cetak.


Kritikan dari Anggota DPR RI


Terlepas dari kontroversi dari berbagai kalangan terutama dari anggota dewan RI yang sangat "keras" mempertanyakan kurikulum ini. Kemudian, ada yang menarik dari pernyataan tersebut, bahwa "waraskah kita ini, kurikulum yang belum validasi dengan seksama, langsung diberlakukan. Kurikulum K13 yang sementara berjalan belum dilakukan evaluasi yang menyeluruh, sudah muncul kurikulum baru. Guru belum selesai dengan K13 sudah disodorkan dengan kurikulum merdeka yang pakar penyusunnya saja kita belum tahu siapa? sudah ingin diberlakukan secara nasional, masih waraskah kita ini?".


Respon Mantan Ketua BSNP & Pemerhati


Demikian pula dari mantan ketua BSNP yang merupakan lembaga pemerintah yang menyelenggarakan ujian nasional, yang sekarang sudah dibubarkan oleh pemerintah memberikan pernyataan bahwa sekitar sepuluh kritikan terhadap kurikulum merdeka diantaranya, capaian pembelajaran yang disusun di pusat hanya susunannya yang diubah dari bentuknya hirarki menjadi deskripsi. Dalam K13, KI dan KD disusun dalam bentuk poin-poin tetapi dalam kurikulum merdeka dibuat dalam bentuk deskripsi. Hanya itu yang membedakan tetapi esensi muatannya sama. Alangkah ini suatu "disinformasi" pada publik yang diberitakan bahwa kurikulum merdeka sangat berbeda dengan kurikulum sebelumnya.


Ada juga yang berpendapat jika kurikulum merdeka ingin diberlakukan maka harus melibatkan berbagai pihak atau pakar untuk membahas secara mendalam jangan seolah-olah tergesa-gesa yang akhirnya di kemudian hari tidak bisa berjalan dengan semestinya. Namun, pemerintah tetap bertekad agar kurikulum merdeka dapat diimplementasikan pada setiap satuan pendidikan. Salah satu dasar pemerintah meluncurkan kurikulum merdeka adalah data hasil PISA bahwa peserta didik Indonesia memiliki kompetensi literasi dan numerasi yang rendah. Sehingga dianggap K13 kurang relevan untuk meningkatkan dua kompetensi tersebut. Nah, untuk memperbaiki itu diperlukan kurikulum yang baru yang bisa merespon atas permasalahan yang dihadapi peserta didik Indonesia, dan solusinya adalah implementasi kurikulum merdeka.


Fakta yang Dirasakan Guru Di Lapangan


Disamping itu, pemerintah selalu memberikan statemen bahwa dengan kurikulum merdeka, guru akan enjoi karena diberikan ruang yang sangat fleksibel dalam merancang, menyusun, melaksanakan, dan menilai dalam proses pembelajaran. Guru tidak dibebani dengan sejumlah administrasi karena dalam kurikulum merdeka dirancang bahwa perangkat pembelajaran sesederhana mungkin. Guru hanya mengajar pada materi-materi yang esensial saja, guru tidak mesti menyelesaikan semua materi dalam satu semester, tetapi guru melakukan analisis materi dan memilih materi yang dianggap sangat esensial untuk diajarkan. Intinya, kurikulum merdeka memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada guru untuk merancang proses pembelajaran.


Tetapi apakah kenyataan di lapangan seperti itu? Berkaca dari salah satu tulisan di atas, ternyata jauh dari apa yang diimpikan selama ini. Melengkapi tulisan di atas, salah satu guru yang mengajar pada sekolah penggerak, berkata bahwa RPP dalam kurikulum merdeka tidak seindah yang diberitakan, kalau dalam K13 sistematika RPP hanya terdiri beberapa point' tetapi dalam kurikulum merdeka malah nambah beberapa point, menurutnya katanya disederhanakan tetapi faktanya, satu RPP bisa dijadikan satu modul ajar, berlembar-lembar. Dari cerita ini, tidak salah apa yang diutarakan pada artikel di atas. Guru sangat dibebani dengan administrasi yang menggunung belum lagi harus ikut webinar hampir setiap hari, dan kalau ditanyakan kepada guru yang ikut webinar, apa yang dibicarakan dalam webinar itu karena tidak ada abis-abisnya.


Salah satu jawaban guru yang ikut webinar tersebut adalah sepertinya kurikulum merdeka ini masih mencari bentuk karena antara konsep dan fakta di lapangan jauh panggang dari api. Salah satu contohnya, tentang bakat minat, selama ini, ya... dilakukan di sekolah/madrasah, guru menanyakan apa hobi mereka terus apa bedanya dengan K13. Menurutnya, kurikulum merdeka kelihatan masih"bingung" bagaimana melakukan pemetaan bakat minat dengan tepat. Kemudian tidak lama kemudian, muncul lagi istilah pembelajaran berbasis diferensiasi, dan guru mengatakan dipertemuan-pertemuan itu biasa muncul istilah-istilah baru kemudian ditelaah dan memberikan rumusan untuk menyempurnakan perangkat pembelajaran sebelumnya, cek dan balance. Jadi pertemuan itu dijadikan sebagai ajang perumusan apa yang kira-kira terjadi di lapangan dan informasi tersebut dijadikan acuan oleh Tim Kurikulum untuk diperbaiki lagi, begitu seterusnya sampai saat ini. Istilah demi istilah terus berkembang pada kurikulum merdeka ini, dan kelihatannya tidak ada finisnya, bakat minat, diferensiasi, diagnostik awal, asesmen awal, kurikulum berbasis komunitas, dan lain-lain.


Diawal tidak muncul istilah asesmen awal, hanya yang sering didengar adalah asesmen diagnostik dan di lapangan muncul kebingungan guru, mana yang harus didahulukan. Kemudian dalam perjalannya, ada penjelasan bahwa asesmen diagnostik itu dilakukan pertama kali dilakukan pada kelas 7 untuk SMP/MTs ketika baru masuk sekolah, lalu muncul pertanyaan, instrumennya bagaimana?

"ya…buatlah instrumen yang didalamnya bukan saja mengungkap kemampuan kognitif semata tetapi dalam instrumen tersebut bisa menjadi acuan dalam memetakan bakat minat peserta didik" kata pemateri.

Dari jawaban ini, apakah menjawab persoalan di lapangan? Jawabnya tidak sama sekali, malah tergambar dari jawaban ahli bahwa juga "bingung" bagaimana bentuk instrumennya ya?


Penulis pernah mengikuti suatu kegiatan, karena penasaran apa sesungguhnya yang terjadi implementasi kurikulum merdeka di lapangan. Kemudian, salah satu pembicara menyampaikan presentasinya terkait dengan menjaring bakat minat. Lalu ditampilkan data, ada sekian siswa yang "suka" main volly, main bola, menggambar, pokoknya macam-macam jenis "kesukaan" siswa tersebut. Dengan bicara panjang-lembar, lalu tibalah sesi tanya jawab. Penulis mengajukan pertanyaan simpel saja, dengan data yang dipaparkan sebagai output dari asesmen diagnostik ini, bagaimana penerapannya di kelas? karena kalau mengacu pada kurikulum merdeka, maka siswa tersebut harus diajarkan sesuai bakat minatnya? karena data tersebut kebanyakan menyangkut seni dan olah raga, jadi untuk mapel lain tidak perlu karena tidak sesuai dengan bakat minatnya? Dengan jawaban yang tidak jelas berkata:

"oh, tidak pak, tetap diajarkan untuk semua mapel, tapi data ini hanya untuk mengetahui bakat minat siswa saja, bahwa setiap anak memiliki kekhasan masing-masing", ujar pemateri.

Apakah jawaban ini menjawab masalah yang ditanyakan?tidak mennjawab sam sekali. Inilah fakta di lapangan, notabene sebagian pemateri kurikulum merdeka belum memahami dengan baik bagaimana implementasi kurikulum merdeka di kelas, tetapi hanya dijadikan kurikulum merdeka *ajang" tampil beda dan ujung-ujungnya muncul kerancuan dalam menyampikan "informasi" yang tidak jelas" terkait dengan implementasi kurikulum merdeka.


Dari gambaran diatas dapat kita mengatakan bahwa sebagian dari pemateri ini belum mengerti dengan baik, tetapi "pura-pura ngerti" yang penting kita jalan dulu deh? kalau tidak bergerak kapan mulainya,  itulah slogan manis dari mereka. Padahal sejatinya, mereka masih dalam kebingunan, yang penting bisa jadi "pemateri" mau benar atau salah, itu soal belakang, jadi dibangun di atas "seolah-olah tahu", konotasi 'kesukaan' sama dengan 'bakat minat'. Kurikulum di Indonesia berada pada persimpangan jalan, harus mulai dari mana dan ujungnya apa? Satuan pendidikan berjalan seperti perahu tanpa nahkoda, mau kurikulum K13 atau kurikulum merdeka, dipersilakan satuan pendidikan memilih, mana yang sesuai dengan karakteristik sekolah/madrasah masing-masing. Sekolah/madrasah, guru, dan siswa diharapkan beradaptasi dengan kondisi terkini. Sampai saat ini,  Kurikulum merdeka masih dalam perdebatan publik, ada yang setuju dan sebaliknya. Orang berkata, pastilah ada pilihan-pilihan itu.


Namun, yang harus menjadi acuan kita bersama  adalah standar mana yang dijadikan rujukan oleh madrasah/sekolah dalam penyusunan perangkat pembelajaran misalnya, karena masing-masing kurikulum memiliki standar yang berbeda, misalnya aspek ukuran capaian hasil belajar, K13 dikenal dengan KKM dan Kurikulum merdeka adalah KKTP, keduanya memiliki esensi dan tujuan yang berbeda. Jika disuruh memilih, maka kita tidak tahu lagi, ini sistem pendidikan apa yang anut di negara kita?. Berasarkan pengamatan penulis, persoalan yang paling awal yang harus di lakukan sekolah/madrasah jika ingin menerapkan kurikulum merdeka yang sesungguhnya adalah melakukan pemetaan daya dukung sekolah/madrasah, pemetaan kompetensi guru yang ada pada sekolah/madrasah, melakukan analisis CP untuk sinkronisasi antara mata pelajaran dengan kegiatan P5, menyusun instrumen yang terukur yang benar-benar dapat memetakan bakat minat setiap peserta didik, melakukan analisis data terkait dengan bakat minat peserta didik, dan membentuk pembelajaran komunitas berbasis hasil analisis bakat minta peserta didik.


Semua aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dalam mewujudkan implementasi kurikulum merdeka yang sesungguhnya. Persoalan yang tidak pernah "nyambung" di lapangan adalah pemetaan bakat minat peserta didik yang tidak dilakukan dengan instrumen yang terukur yakni yang dapat dianalisis untuk mendapat informasi yang akurat. Hasil analisis bakat minat peserta didik dapat dijadikan data base bagi setiap satuan pendidikan untuk selalu menjadi bahan refleksi bagi guru dan satuan pendidikan setiap saat. Bukankah kurikulum merdeka berbasis bakat minat? hal inilah yang terlupakan selama ini, dimana satuan pendidikan dan guru melakukan pemetaan bakat minat hanya dengan "tanya-tanya" peserta didik seperti hobby, kesukaan, dan lain-lain. Nah, kalau seperti ini caranya, maka apa bedanya dengan kurikulum sebelumnya?


Kurikulum merdeka nyaris tak dipahami dengan baik, implementasi kurikulum merdeka dengan kerancuan, tahunya kita menerapkan kurikulum merdeka tapi proses di kelas tak ada beda dengan kurikulum sebelumnya, mungkin bedanya tepuk tangan peserta didik lebih kencang dibanding dengan K13?. Proses di dalam kelas adalah tolak ukur ada tidaknya perubahan kurikulum merdeka. Tetapi harus dingat, bahwa perubahan proses pembelajaran di kelas sangat ditentukan ada tidaknya instrumen bakat minat sebagai basis implementasi kurikulum merdeka yang diharapkan pemerintah.


Hasil PISA 2023 & Solusinya?


Sungguh ironi, keadaan kita sekarang ini, arah pendidikan kita kemana? Mengapa tidak bercermin ke negara tetangga misalnya Singapura, peserta didik negara Singapura memiliki nilai di atas rata-rata PISA tahun 2023. Posisi kita di mana? Katanya naik 5 sampai 6 point tetapi negara lain juga mengalami peningkatan? Artinya kita masih jalan ditempat. Naiknya 5 - 6 point adalah klaim pemerintah, tetapi ada hasil penelitian menunjukkan sebaliknya, kemampuan literasi dan numerasi masih rendah, dibandingkan dengan negara lain. Tentu gembira membacanya dan mungkin ini bisa jadi acuan pemerintah pemberlakuan kurikulum merdeka di tahun 2024. Karena bisa spekulasi, berkat implementasi kurikulum merdeka setelah pandemi covid-19, kemampuan peserta didik naik 5-6 point', apalagi keadaan sudah normal?. Data dari pemerintah membantah hasil penelitian pada pihak lain. Namun, ada yang perlu dikritisi, setelah di publikasi hasil penelitian terhadap kemampuan literasi dan numerasi, hanya berselang 1-2 hari, pemerintah langsung merilis hasil asesmen dari PISA yang dilakukan di 81 negara, termasuk Indonesia?. Tetapi apapun itu, kita sebagai bangsa harus menunjukkan kepada "dunia" bahwa peserta didik adalah orang-orang terbaik bangsa ini, aset tak bisa dinilai dengan uang.


Jika implementasi kurikulum merdeka adalah solusi dari masalah pendidikan di Indonesia, maka sampaikanlah kenyataan yang dialami sekolah/madrasah dan guru penggerak. Apa dan mengapa kurikulum merdeka di pandangan mereka secara langsung, jangan hanya dengarkan informasi dari Tim Ahli, tetapi kepada sumbernya secara langsung, supaya data valid untuk dilakukan evaluasi secara menyeluruh. Triliunan uang negara sudah habis dalam mempersiapkan dan implementasi terbatas pada kurikulum merdeka. Kedepankan akal sehat, tinggalkan ego pribadi, demi anak bangsa di masa depan, buatlah kurikulum yang nyaman bagi guru, jauhkan dari beban administrasi yang tidak relevan dengan peningkatan mutu, motto kementerian Agama RI pada HGN adalah "Guru Pembelajar  Bahagia Mengajar" dan Kemristekdikti mottonya "Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar".


Diposting : @ZarifOji #zarifoji313





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syariat Kurban dalam Mewujudkan Manusia Berakhlak Karima

Konsep Dasar Pendekatan pembelajaran Deep Learning

Kekhawatiran dengan AI Semakin Nyata