Kurang Lebih Makna Doa Hari Kelima Ramadhan 1444H/2023M Memperkuat Pendidikan Karakter


Bismillah,

Izinkanlah menyampaikan pemaknaan sebuah doa. Namun perlu kami sampaikan bahwa selama ini setidaknya menganggap doa itu hanya sebagai permohonan tanpa pernah memikirkan adanya pelajaran makrifat yang mendalam dan luas dari sebuah doa. Secara umum doa dimaknai sebagai permohonan dari seorang hamba kepada Allah SWT atas apa saja yang termasuk kebaikan. Jadi pada pembahasan ini mungkin agak berbeda terhadap pemaknaan sebuah doa. Sebelumnya kami telah mencoba memberi makna dari doa pertama ramadhan.

Baiklah kami akan mencoba memaknai doa hari kelima ramadhan. Dalam doa hari kelima ramadhan ini secara umum permohonan seorang hamba agar dimasukkan kepada golongan orang-orang yang beruntung antara

lain: (1) golongan yang diampuni, (2) golongan orang-orang shaleh/shaleha, dan (3) golongan hamba kekasih Allah SWT.

Permohonan menjadi golongan yang diampuni

Dari permohonan ini dapat kita mengambil pelajaran bahwa seorang hamba yang paling pertama terbetik dalam benak adalah menjadi orang yang diampuni dari segala dosa yang pernah dan akan dilakukan. Mungkin saja kita bertanya bagaimana seorang Nabi Kekasih Allah SWT masih terus bermohon untuk diampuni oleh Allah SWT? Kalau selain Nabi atau Imam/washi Nabi as memohon pengampunan adalah merupakan hal yang sangat wajar karena tiada hari tanpa maksiat yang kita lakukan. Tetapi para kekasih Allah SWT masih terus memohon ampunan kepada Rabbul 'alamin yang menunjukkan adanya tingkatan atau derajat permohonan ampunan kepada Allah SWT. Untuk menjawab ini maka perlu adanya mukadimah: 

  • Seorang Nabi atau Imam/washi Nabi As adalah Maksum ya'ni tidak melakukan dosa kecil maupun besar.

  • Nabi atau Imam/washi As terjaga dari berbuat salah dan lupa karena mereka tahu hakikat perbuatannya. 

  • Nabi atau Imam/washi As pribadi manusia terbaik atau Uswatun Hasanah bagi umat manusia.

  • Nabi atau Imam/washi As adalah memiliki derajat atau kedudukan tertinggi di sisi Allah SWT.

Dengan mukadimah di atas untuk menjawab apa makna Nabi As memohon pengampunan kepada Allah SWT. maka kita dapat memaknai mohon ampunan dari seorang Nabi As atau Imam/washi As. Apakah permohonan ampunan karena ada suatu kesalahan atau  ada dosa atau melalaikan kewajiban atau lupa suatu hukum. Jika hal ini terjadi berarti berlawanan dengan kemaksuman, Uswatun hasanah, pribadi yang memiliki maqam yang tinggi. Berdasarkan mukadimah di atas, maka mudah menjawabnya bahwa permohonan ampunan dari seorang Nabi As atau Imam/washi itu adalah permohonan untuk lebih menyempurna lagi pada medan cahaya yang tak bertepi atau dihadapan kesempurnaan tak terbatas karena tak ada makhluk yang berakal yang tidak merindukan kedudukan atau derajat yang lebih tinggi atau kesempurnaan di sisi Allah SWT. Konsekuensi dari permohonan yang lebih sempurna juga pada hakikatnya bukan untuk dirinya tapi untuk kebaikan para makhluk Allah itu sendiri. Keterjangkauan Rahmat Allah SWT akan lebih luas lagi pada derajat-derajat yang lebih tinggi lagi. Kemanfaatan permohonan ampunan dari Nabi atau Imam/washi As yang bersamaan dengan permohonan makhluk Allah SWT yang beriman, maka permohonan Nabi As tersebut akan menarik atau mendongkrak terhadap permohonan ampunan seorang hamba kepada Allah SWT. Dengan kata lain doa ampunan kita menjadi lebih sempurna lagi karena terlingkupi dari permohonan kesempurnaan di hadapan Maha Sempurna, Allah SWT. Jadi permohonan ampunan dari seorang Nabi as atau Imam/washi berbeda maknanya dengan doa ampunan yang kita panjatkan. Bahwa mohon ampun kepada Allah SWT merupakan kewajaran pada diri manusia secara umum karena kita belum sampai pada derajat maksum tadi. Dimana derajat ini menjadi wajib bagi setiap manusia, bukan sesuatu yang mustahil dalam mencapainya (maksum kecil). Namun bedanya dengan maksum para Nabi atau Imam/washi adalah kemaksuman yang sempurna (Maksum besar). Maksum kecil bagi kita manusia biasa misalnya jika telah melakukan kewajiban atau perintah dengan baik dan benar atau tidak melakukan yang dilarang Allah SWT, karena keduanya adalah wajib bagi kita, maka bisa dikatakan maksum dari kewajiban dan dosa yang tak disengaja dan lupa masih belum tercakup didalamnya, Ini yang kami maksudkan Maksum tapi Maksum kecil. Sementara para Nabi As atau Imam/washi As adalah Maksum besar yakni mencakup keseluruhan perbuatan manusia, yakni maksum bukan saja dosa yang tak disengaja tetapi lupa menjadi syarat yang harus ada pada kemaksuman Nabi as atau Imam/washi As. Meminta ampunlah kepada Allah SWT setiap saat dan langkah kita karena kebaikan itu berderajat, misalnya kita sudah shalat, maka selesai shalat berdoa mohon ampunlah kepada Allah SWT dari shalat yang kurang khusyuk ke shalat khusyuk, dari shalat khusyuk ke shalat yang lebih khusyuk lagi yang diinginkan oleh Allah SWT, begitu seterusnya, jadi kita senantiasa memanjatkan ampunan kepada Allah SWT dari satu kebaikan kepada kebaikan yang lain. 

Permohonan menjadi golongan yang shaleh dan pasrah

Golongan orang-orang shaleh merupakan idaman bukan saja manusia secara umum tetapi para Nabi pun senantiasa berdoa kepada Allah SWT untuk dimasukkan kepada golongan orang-orang yang shaleh. Tentu muncul pertanyaan bagaimana kedudukan orang shaleh di sisi Allah SWT, sebagaimana potongan doa Nabi Sulaiman as,"....masukkan kami kepada golongan orang-orang yang shaleh…". Begitu juga potongan doa Nabi Nuh as, "... masukkan ke golongan orang-orang shaleh….". Berarti kedudukan orang shaleh di sisi Allah SWT memiliki nilai tertinggi. Kalau kita melihat kata "orang-orang shaleh" berarti diduga ada maqam yang bisa jadi lebih dari maqam kenabian selain Nabi Muhammad SAW. Maqam ini yang diyakini oleh Islam syiah sebagai maqam Imamah. Salah satu argumentasi dari Islam syiah bahwa maqam Imamah melebihi maqam Nabi dapat dilihat pada ayat tentang Nabi Ibrahim as sebagai salah satu Nabi Ulul Azmi (Nabi khusus) ketika ingin menapaki derajat Imamah itu. Nabi Ibrahim as diuji oleh Allah SWT dengan ujian yang sangat berat, kemudian setelah lulus dari ujian yang berat itu, baru Allah mengatakan,"...Engkau Ibrahim menjadi Imam bagi seluruh manusia…" kemudian Nabi Ibrahim as berdoa untuk keturunannya juga menjadi imam, lalu dijawab oleh Allah SWT kecuali keturunanmu yang zalim. 

Manusia adalah makhluk Allah SWT yang penuh kekurangan dan keluh kesah. Sehingga tidak ada jalan lain untuk memohon kepada Allah SWT yang tak terbatas itu untuk membantu dan menolong segala yang diperlukan oleh manusia. Manusia dalam mengarungi kehidupan pasti menemui tantangan atau hambatan, namun dengan batas sesuai kemampuan manusia.  Pasrah kepada Allah SWT bukan untuk mengurangi semangat dalam berusaha tetapi justru kepasrahan itu memberikan spirit dan harapan yang pasti, jika kepasrahan didasari dengan iman yang kuat. Pasrah bukan berarti menyerah dengan apa yang terjadi pada dirinya. Namun pasrah dalam untaian doa ini menunjukkan pengakuan diri manusia tidak memiliki kekuatan apapun dalam mewujudkan sesuatu. Bahwa sesuatu itu terbukti terjadi karena adanya sebab pendekat atau penyiap saja, bukan sebab hakiki. Kemudian manusia menyadari lagi bahwa sebagai makhluk yang terbatas meyakini dengan sepenuh hati bahwa harus menggantungkan harapan pada yang tak terbatas itu yakni Allah SWT. Jadi jelaslah bahwa pasrah disini bisa memberikan arti menyerahkan segalanya kepada Allah SWT yang maha sempurna dengan kata lain, pasrah bisa bermakna bahwa tidak ada yang dituju hanya kepada Allah SWT semata dalam upaya mencapai derajat taqwa.

Permohonan menjadi golongan kekasih Allah SWT

Untaian kata yang ketiga ini menjadi tujuan akhir dari dua untaian kata doa sebelumnya. Artinya dapat dimaknai bahwa jika manusia berhasil meraih ampunan Allah SWT, dan keimanan semakin kokoh dengan kepasrahan total kepadaNya, maka bersiaplah menjadi kekasih Allah SWT atau istilah lain disebut dengan HAMBA ALLAH SWT.

Allah SWT dengan Rahman dan Rahimnya merayu setiap saat kepada kita ini untuk selalu mendekat kepadaNya, bermohon kepadaNya, merintih kepadaNya, berkeluh kesah kepadaNya, walhasil, Allah SWT sangat merindukan rintihan hambaNya dan mengetuk pintu ampunan dan Ridhonya agar manusia mencapai derajat yang mulia disisiNya. Ketika kita sudah menjadi hamba Allah SWT maka apapun tantangan yang kita hadapi menjadi nikmat karenaNya dan orang seperti ini pengetahuan ma'rifat kepada Allah SWT semakin bertambah dari waktu ke waktu karena puncak pengetahuan/pengenalan adalah ma'rifat kepada Allah SWT. Kurang lebih dalam suatu riwayat dari Imam Ja'far Shadiq as, ada orang bertanya kurang lebih, " kenapa doaku tidak terkabul? Lalu Imam Ja'far Shadiq as cucu Rasulullah SAW menjawab, "...doamu tidak terkabul karena  berdoa kepada Dzat yang Anda tidak kenal…".

Posting : @zarifoji313  #zarifoji



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tema-Tema Penting Pada Peringatan Asyura Nasional Tahun 1445 H/2023

Ilmuan Peringatkan Bahaya AI (Artificial Intellegence)

Menyikapi Perkembangan ChatGPT OpenAI